Senin, 28 Desember 2009

KISAH KASIH DI SEKOLAH

Kulangkahkan kaki memasuki ruang kelas I F, kelas masih sepi. Anak-anak kelas 2 baru saja pulang, debu masih bertebaran di ruang kelas, sedangkan anak kelas satu belum ada yang datang, hanya aku seorang diri. Ruang kelas 1 F terletak pada deretan sebelah timur paling utara dekat dengan mushola yang biasa digunakan anak-anak kelas 1 untuk sholat asyar karena memang kelas 1 kebagian masuk siang. SMP Negeri 1 Genteng ruang-ruang kelasnya bisa dikatakan membentuk huruf O. Bagian selatan ada 3 ruang kelas yang ditempati kelas 3, sedang deretan sebelah barat adalah berturut-turut ruang Kepala sekolah, ruang guru dan ruang tata usaha kemudian dipisahkan oleh laboratorium IPA dan dilanjutkan ruang kelas untuk kelas 2. Sebelah utara hanya 2 kelas juga ditempati kelas 2 yang ujungnya ada mushola. Deretan sebelah timur ada banyak ruang kelas, sebelah utara untuk kelas 2 dan bagian selatan untuk kelas 3. Kelas 1 masuk pada siang hari dan menempati ruang-ruang disebelah utara.
Udara sangat panas siang ini, setelah menaruh tas aku bergegas keluar kelas, diluar udara lumayan segar karena angin bertiup sepoi-sepoi diantara pohon flamboyan yang sedang berbunga. Samar-samar kudengar seseorang memanggil namaku, kucari asal arah suara tersebut. Abdullah anak kelas 1 B melambaikan tangan kearahku, akupun membalas lambaian tangannya, akhirnya kami bertemu ditengah halaman karena memang kebetulan kelas 1 F dan kelas 1 B saling berhadapan dan ditengah ada halaman yang biasa kami pakai untuk upacara bendera. Abdullah menyampaikan buku sejarah karangan J. Larope yang kemarin dulu dipinjamnya. “ nih kukembalikan bukumu, hati-hati bawanya, didalam ada isinya lho” pesannya. Kuterima buku itu dan kuintip sela-selanya, hatiku berdegup kencang sambil seribu tanya berkecamuk di dada. Sepucuk surat bersampul merah jambu terselip diantara lembaran-lembaran buku sejarah.
Aku kembali kekelas dan menyimpan surat tersebut diantara buku-buku tulisku. Pelajaran jam pertama geografi yang mengajar Bu Farida. Diterangkan macam-macam sungai. “berdasar asal mata airnya sungai dibedakan menjadi tiga, ada sungai hujan, sungai gletsyer dan sungai campuran”. Selanjutnya tentang curah hujan. “Kemudian berdasar banyaknya curah hujan, hutan dibedakan menjadi hutan hujan tropis, hutan musim, sabana, stepa”. Aku menyimak dan menatap papan tulis lekat-lekat, tetapi pikiranku tidaklah konsentrasi pada keterangan Bu Farida, melainkan ingin segera pulang dan membaca sepucuk surat tadi, siapakah pengirimnya. Jelas bukan Abdullah karena dia juga bilang bahwa dia hanya sekedar dititipi. Jam pelajaran terakhir hari itu terasa sangat lama, pelajaran kesenian oleh Pak Isnandar. Anak-anak disuruh menggambar bebas, aku paling tidak bisa menggambar bebas, aku kurang punya kreatifitas. Jika menggambar macam-macam warna atau menggambar benda tiga dimensi aku masih bisa.
Akhirnya bel tanda pelajaran usai berdering juga, saat yang paling kutunggu-tunggu pada hari itu. Aku bergegas mengemasi buku-buku dan segera menghambur keluar kelas. Sesampai rumah azan magrib tepat berkumandang, maka aku segera mandi dan melakukan sholat magrib. Seperti biasa setelah makan malam aku belajar atau sekedar menyiapkan buku untuk pelajaran esok atau sekedar mengerjakan PR. Sambil pura-pura mencatat aku buka surat bersampul merah jambu tadi dengan tangan sedikit gemetar. Langsung mataku menatap pengirim surat tertera pada bagian akhir surat, tertanda Fauzan. Oh… ternyata yang mengirim adalah Fauzan. Kubaca kalimat-demi kalimat..

Ditengah malam yang sunyi
Kucoba tuk menuliskan apa yang selama ini kurasa
Mungkin bulan tersenyum mengejekku
Tapi kuberanikan juga kutulis rangkaian kata ini untukmu
Sejak pertama kali melihatmu
Aku benar-benar tak bisa melupakanmu
Bayang-bayang senyummu senantiasa mengikutiku
Sebenarnya sudah kucoba tuk melupakanmu
Tapi
Semakin kucoba semakin rasa ini menyiksaku
Dengan goresan pena ini
Ijinkanlah ku utarakan rasa yang selama ini membuncah di dada
Rinii… aku sungguh sangat mengagumimu
Aku sungguh sangat ingin engkau menjadi kekasihku
Aku harap kaupun punya perasaan yang sama denganku
Aku sangat menunggu jawab darimu
Tidaklah perlu kau jawab sekarang
Pikirkan dulu sebelum mengambil keputusan
Aku tunggu paling lama satu minggu dari sekarang.
Salam’

Fauzan
Yang sangat mengagumimu

Kulipat kembali surat itu dan kusimpan diantara tumpukan buku-buku dengan sangat rapi, jangan sampai ibuku memergokinya. Bisa-bisa aku akan mendapat kuliah subuh sampai maghrib. Aku tidak konsentrasi untuk mengerjakan PR matematika dari Pak Kasito, padahal pekerjaanku tadi siang tentang jaring-jaring kubus sempat menjadi bahan tertawaan karena aku membuat jaring-jaring pada kertas berpetak kemudian kugunting dan kutempel pada buku tulis dan selanjutnya kutulisi ja – ring2 … ku … bu … ja …. Ring2 … kemudian beliau memanggilku dengan sebutan Ring2. Malam ini aku harus membuat lagi jaring2 kubus tersebut. Tapi biarlah, besuk pagi masih ada waktu, toh aku masuk siang.
Sebenarnya tanpa berpikir aku sudah tahu apa yang akan aku sampaikan pada Fauzan. Aku sudah sangat mengenalnya dan sering bercakap-cakap dengannya. Hal itulah mengapa aku bisa dengan mudah memberikan keputusan. Fauzan terlalu banyak cakap. Gosip yang beredar dikalangan anak perempuan Fauzan kata-katanya gak bisa dipegang, suka ngelantur kemana-mana. Bagiku sih hal itu tidak terlalu bermasalah, justru yang bermasalah adalah kalau diajak bicara Fauzan suka susah nyambung. Jadinya yang ngajak bicara jadi gregetan. Beberapa istilah kadang dia gak tau, beberapa info terbaru apalagi, sehingga kalau diskusi ma Fauzan jadi kurang seru.
Diam-diam aku sebenarnya lebih merhatikan Si Fakhri teman Fauzan, dia lebih nyambung kalau diajak bicara. Bicara dengannya terasa mengasyikkan dan serasa lupa waktu. Apapun topik pembicaraan dia selalu bisa mengimbangi, walau kadang kami berselisih paham tapi akhirnya ada titik temunya juga. Tapi sayangnya aku gak tau bagaimana perasaan dia terhadapku. Gosip yang beredar di kelas, dia tengah naksir teman sekelasnya. Ya sudahlah, akan kusimpan rasa ini dalam-dalam, suatu saat kalau Tuhan mengijinkan pastilah kami saling bisa berbagi rasa.
Seminggu berlalu, dan akupun harus membalas sepucuk surat fauzan. Kemarin Abdullah juga sudah menanyakan, sedang fauzan sendiri ketika bertemu malah diam saja, seolah tidak merasa bahwa dia telah berkirim surat padaku. Disela-sela belajarku kutulis surat balasan untuk fauzan


Fauzan temanku yang baik
Suratmu sudah kubaca dan kupahami isinya
Aku sangat berterimakasih
Atas perhatianmu padaku selama ini
Tapi maafkan aku
Bukanya aku membencimu
Tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu padaku
Rasa itu tidak bisa dipaksakan
Rasa itu harus tumbuh dengan sendirinya
Aku yakin
Coba kau renungkan kembali
Mungkin saja rasa itu salah tumbuh dihatimu
Aku selalu berdoa untukmu
Semoga kau segera mendapatkan
Gadis yang serasa denganmu
Dan aku yakin
Seiring berjalannya waktu
Kau akan bisa menghapus bayangku

Temanmu
Rini Astuti

Kulipat surat dengan rapi berbentuk kemeja. Kusampul warna putih yang bersih, sebersih hatiku padanya. Keesokan siang kuberikan surat itu yang kumasukkan pada buku Bahasa Indonesia. Aku gak bilang pada Abdullah tentang isi surat itu, biarlah dia tau dari Fauzan sendiri, toh mereka bersahabat. Hatiku lega setelah membalas surat Fauzan.
Sebenarnya aku kurang suka untuk saling berbagi rasa atau istilah waktu itu adalah pacaran. Menurutku lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Kemarin dulu Si Jumroh menangis karena diputusin sama Joko. Kalau cinta atau rasa hanya seumur jagung, bisa-bisa setahun nangis tiga kali. Apalagi jika rasa seumur bunga mawar, tiap minggu ganti pasangan maka bisa dipastikan tiap minggu menangis. Kemarin sudah terbukti, aku jadi tidak konsen sama sekali pada pelajaran hanya gara-gara surat merah jambu. Lha kalau tiap minggu dapat surat, bagaimana dengan nilai-nilaiku nantinya. Hanya dengan berprestasi aku bisa membuat bangga kedua orang tuaku. Masih banyak waktu, aku yakin saat-saat indah dalam hidupku masih ada.
Kisah-kisah manis semasa smp memang selalu indah untuk dikenang, apalagi yang berhubungan dengan kisah kasih asmara. Ada hal yang lucu ada pula hal yang menyakitkan, bagaimanapun juga itu adalah bagian dari perjalanan hidupku........

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda